Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya, mengapa pada saat ini bisa mengenal bahkan menjadi bagian dari organisasi warisan dari K.H.Ahmad Dahlan. Dipakai pakai logika pun tak akan pernah sampai, namun itu semua akan menjadi bisa jika Allah ta’ala sudah menggerakkan dan memberikan ketetapan Nya kepada semua makhuk di alam semesta ini, tanpa terkecuali salah satunya adalah Aku.
***
Aku sejak dari kecil dibesarkan dalam keluarga sederhana, hidup di sebuah kampung desa Kiringan ,Canden, Jetis, Bantul. Orangtuaku hidup sangat sederhana, juga dengan pengetahuan agama Islam yang standar. Lingkungan tempat tinggal kami mayoritas adalah warga Nahdiyyin (organisasi Nahdhatul ‘Ulama, sering disebut Warga NU) hal ini terlihat dari pemahaman agamanya, cara mengamalkannya dan cara keseharian mereka dalam beribadah kepada Allah ta’ala. Kampung kami hidup dalam nuansa yang tertib, aman, dan damai, sehingga terlalu banyak cerita menyenangkan jika mengingat kampung tempat ku dilahirkan dan dibesarkan.
Sejak kecil aku memang senang dan menyukai dunia berorganisasi, entah itu organisasi dalam bidang agama ataupun organisasi dalam bidang kemasyarakatan. Sering terlibat aktif dan sering hadir jika ada kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak. Bagiku dengan berorganisasi kemampuan dalam memanajemen suatu acara akan cepat terlatih, banyak relasi dan tentunya akan mendatangkan pengalaman yang luar biasa. Organisasi sekelas remaja masjid, organisasi karang taruna serta menjadi salah satu tim promosi untuk mengembangkan potensi wisata kampung kami, itu adalah salah satu bukti bahwa aku memang menyukai dunia berorganisasi.
Aku bisa saja berbicara dengan sembarang orang, yang sering aktif berorganisasi bisa ku ajak berbicara, dari kalangan non organisasi juga bisa, bahkan bapak-bapak saja bisa ku ajak ngomong. Asalkan tetap menjaga adab dan sopan santun begitulah kedua orangtuaku mendidik anak-anaknya. Jumlah anggota keluarga ada 5 (lima) orang, aku anak yang tengah/ kedua sementara masih memiliki kakak perempuan dan adik laki laki, begitulah gambaran singkat keluarga sederhanaku.
Karena mayoritas warga adalah warga Nahdiyyin lambat laun aku paham akan ajaran dan amalan yang sering dilakukannya, dzikiran di makam malam hari, tahlilan ketika ada orang meninggal, wisata religi atau ziarah ke makam-makam para wali, nyadranan di makam menjelang puasa, dan sebagainya. Hubunganku dengan teman-temanku di sini alhamdulillah baik-baik saja, dulu ada beberapa warga yang sudah terkenal dengan pemahaman Muhammadiyah. Terus terang saja di kampungku, mendengar kata Muhammadiyah ada rasa berbeda, wajar karena tempatku mayoritas adalah warga Nahdiyyin.
Kalau waktu itu Aku ditanya tentang Muhammadiyah? Aku jawab saja, orangnya keras, sering membid’ahkan orang lain, sering mengkafirkan orang, serta merasa paling benar sendiri, jarang aktif di masyarakat dan tidak ramah cenderung sombong. Begitulah penilaianku awal tentang Muhammadiyah, dan rasa penilaianku itu hampir sama dengan mayoritas warga kampung, Aku yakin itu! Pandanganku tentang Muhammadiyah yang tertanam tetap seperti itu, hingga suatu saat ada hal yang menjadi jalan hidayah Aku bisa mengenalnya secara benar, yap mengenal Muhammadiyah yang sebenarnya?
***
Continue reading “Aku Memilihmu, Muhammadiyah” →